Publikbicara.com– Pemerintah resmi mengetuk palu perubahan tarif royalti bagi komoditas mineral dan batu bara melalui dua regulasi terbaru: Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2025 dan PP No. 18 Tahun 2025.
PP No. 19/2025 mengatur kenaikan royalti untuk berbagai komoditas mineral strategis seperti nikel, tembaga, dan emas.
Sementara itu, PP No. 18/2025 mengatur penyesuaian tarif royalti bagi produsen batu bara yang beroperasi di bawah skema Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Kedua aturan ini selaras dengan draf usulan yang sempat diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Maret 2025 lalu.
Dalam usulan tersebut, mayoritas komoditas mineral dikenakan tarif royalti yang lebih tinggi, sementara produsen batu bara dengan IUPK justru mendapat keringanan.
Namun demikian, terdapat sedikit pelonggaran pada regulasi final dibandingkan dengan proposal awal, khususnya untuk produk turunan nikel seperti feronikel dan nickel matte.
Jika sebelumnya diusulkan feronikel dikenakan royalti 5–7% dan nickel matte 4,5–6%, maka dalam aturan resmi, tarif feronikel disesuaikan menjadi 4–6% dan nickel matte 3,5–5,5%.
Meski begitu, belum ada kejelasan mengenai tarif royalti bagi emiten batu bara yang masih menggunakan skema kontrak PKP2B maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) biasa.
Dari sisi pasar, kebijakan ini diperkirakan berdampak negatif terhadap kinerja emiten produsen mineral.
Beberapa yang berpotensi tertekan adalah PT Vale Indonesia (INCO), PT Trimegah Bangun Persada (NCKL), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bumi Resources Minerals (BRMS), serta PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Sebaliknya, produsen batu bara dengan kontrak IUPK justru berpotensi diuntungkan, mengingat Harga Batubara Acuan (HBA) per Maret 2025 tercatat mencapai US.128 per ton.
Emiten yang masuk kategori ini antara lain PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Adaro Andalan Indonesia (AADI).
Dengan regulasi baru ini, peta persaingan di sektor pertambangan bisa berubah signifikan. Investor dan pelaku industri kini menanti bagaimana para emiten akan menyesuaikan strategi bisnis mereka di tengah dinamika tarif royalti yang baru.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













