Publikbicara.com – Dalam pidato perdananya yang menggugah, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan seruan untuk mengubah paradigma kesehatan yang selama ini terlalu berfokus pada aspek materialisme.
Menurutnya, ketika kesehatan diukur dengan obat – obatan, alat kesehatan, dan fasilitas rumah sakit, maka esensi sejati kesehatan yakni, membangun manusia yang sehat akan ter terpinggirkan.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengkritik kecenderungan melihat kesehatan hanya sebagai sebuah proyek atau bisnis.
Ia menilai, “Kalau itu selalu jadi tujuan utama dalam pembangunan, maka sampai dunia ini berakhir kesehatan tidak akan pernah selesai.” demikian kutipan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Pemikiran tersebut menegaskan bahwa pendekatan yang mengedepankan rumah sakit, dokter, dan obat-obatan sebagai tolok ukur utama, tidak cukup untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar sehat.
Menurutnya, kesehatan sejati haruslah dimulai dari upaya membangun pola hidup dan budaya yang sehat, yang menanamkan semangat gotong-royong serta saling mendukung.
Tidak seperti kasus permasalahan Jenazah yang sempat tertahan di sejumlah RSUD di Kabupaten Bogor baru-baru ini menjadi cerminan kritik gubernur Dedi Mulyadi.
Pandangan kritis gubernur menemukan relevansi nyata dengan peristiwa yang terjadi di bebe6 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah daerah Kabupaten Bogo.
Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan kasus tertahannya jenazah pasien karena kendala biaya administrasi.
Peristiwa ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan mencerminkan bagaimana sistem kesehatan diduga telah berubah menjadi proyek dan bisnis semata.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa jika nilai-nilai kemanusiaan tergeser oleh logika profit, maka prinsip dasar Pancasila seperti keadilan sosial dan kemanusiaan akan terdegradasi.
“Kesehatan bukan hanya pengobatan, tetapi membangun manusia yang sehat sejak awal,” tegasnya.
Pada peristiwa-peristiwa di sejumlah RSUD di Kabupaten Bogor, di mana urusan finansial menghambat proses pelayanan kemanusiaan, menjadi bukti nyata dari ketidak cocokan antara praktik di lapangan dengan idealisme membangun masyarakat sehat yang ditegaskan oleh sang gubernur.
Menyoroti aspek ideologis, Gubernur Dedi mengaitkan kegagalan sistem kesehatan dengan degradasi nilai-nilai Pancasila.
Ia menilai bahwa ketika kesehatan dikotak-kotakkan sebagai proyek dan bisnis, maka nilai kemanusiaan yang selama ini dijunjung tinggi, seperti saling asah, asih, dan asuh, semakin terkikis.
Menurutnya, sistem yang menekankan eksploitasi demi kapitalisasi memungkinkan segelintir pihak untuk meraup keuntungan dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat luas.
Lenih lanjut, Gubernur Dedi Mulyadi mengajak seluruh elemen masyarakat dan aparatur pemerintah untuk mengembalikan esensi kesehatan sebagai investasi dalam pembangunan manusia, bukan hanya sebagai alat pengobatan semata.
Dengan mengedepankan nilai-nilai kebersamaan serta saling mendukung, diharapkan sistem kesehatan dapat bertransformasi menjadi suatu upaya holistik yang membangun kehidupan sehat dari akarnya yakni melalui pola hidup dan budaya sehat yang mendukung kesejahteraan bersama.
Pidato Dedi Mulyadi sekaligus menjadi cermin bagi kenyataan yang ada di lapangan, di mana permasalahan pada RSUD menjadi indikator bahwa perubahan paradigma sangat mendesak.
Dengan menolak materialisme dan mengembalikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan, masa depan kesehatan diharapkan tak lagi terjebak dalam logika bisnis, melainkan tumbuh sebagai pondasi pembangunan manusia yang sesungguhnya.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













