Publikbicara.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan ketegasannya dalam menindak praktik pemalakan berkedok Tunjangan Hari Raya (THR) yang dilakukan oleh sejumlah kepala desa.
Ia bahkan meminta Polda Jawa Barat segera menangkap kades-kades yang meminta THR secara ilegal, karena menurutnya tindakan tersebut menyerupai aksi premanisme.
Pernyataan ini disampaikan Dedi saat menanggapi kasus yang melibatkan Kepala Desa Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Ade Endang Saripudin.
Sang kades menjadi sorotan setelah surat permintaan THR senilai Rp165 juta kepada pengusaha tersebar di media sosial.
Menurut Dedi, aksi yang dilakukan Kades Klapanunggal bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi sudah masuk dalam kategori pemalakan.
“Ini kan meminta, artinya meminta diberi. Kalau di Subang, Bekasi, dan berbagai tempat lain kita melakukan penangkapan terhadap premanisme, maka kades yang melakukan hal serupa juga harus diproses hukum,” tegasnya saat ditemui di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (2/4/2025).
Dedi juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor terhadap kepala desa.
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab pembinaan kepala desa berada di tangan bupati. “Secara hirarki, pembinaan kepala desa itu tanggung jawab bupati. SK mereka pun dikeluarkan oleh bupati,” ujarnya.
Kasus ini mengundang pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan yang dilakukan Pemkab Bogor.
Sejumlah pihak menilai kejadian ini menunjukkan kelalaian dalam memastikan aturan yang melarang permintaan THR diterapkan secara tegas.
Padahal, Bupati Bogor telah menerbitkan surat edaran yang melarang aparatur desa meminta THR kepada pengusaha.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Ajat Rochmat Jatnika, mengklaim bahwa Pemkab Bogor akan bertindak tegas melalui Inspektorat.
Namun, hingga kini belum ada sanksi konkret yang diumumkan terhadap Ade Endang selain permintaan maaf yang disampaikannya lewat sebuah video klarifikasi.
Dalam surat yang tersebar, permintaan THR tersebut dikemas dalam rencana kegiatan halal bihalal dengan rincian anggaran Rp165 juta.
Dana itu rencananya digunakan untuk pembelian bingkisan, pemberian THR kepada perangkat desa, serta pengadaan kain sarung, honor penceramah, dan sewa sound system.
Namun, publik menilai alasan tersebut hanya dalih untuk meminta uang kepada pengusaha.
Kasus ini memicu kekhawatiran bahwa praktik serupa bisa terjadi di desa-desa lain jika tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait kemungkinan penyelidikan lebih lanjut terhadap Ade Endang.
Jika kasus ini tidak diusut secara serius, dikhawatirkan akan semakin banyak kepala desa yang melakukan praktik serupa tanpa takut akan konsekuensi hukum.
Publik kini menunggu apakah Pemkab Bogor dan kepolisian akan benar-benar menindaklanjuti pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi atau hanya sekadar wacana tanpa realisasi.
Jika pembiaran terus terjadi, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah bisa semakin tergerus.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













