Publikbicara.com – Sekolah Rakyat (SR) kembali hadir di tengah masyarakat, membawa nostalgia akan sistem pendidikan di era pra dan pasca-kemerdekaan bangsa.
Kala itu, SR (Sekolah Rakyat) menjadi simbol pemerataan pendidikan dasar bagi rakyat. Namun, kebangkitannya di era modern justru memunculkan berbagai spekulasi.
Apakah ini solusi inovatif, atau justru kritik pedas terhadap sistem pendidikan saat ini?
Tak bisa dimungkiri, meski anggaran pendidikan terus membengkak, kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi perdebatan.

Banyak pihak menilai sekolah formal belum sepenuhnya mampu membentuk karakter dan moral generasi muda.
Ahmad, pria renta dengan usia senja 76 tahun, warga Bogor, mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena sosial yang berkembang di kalangan remaja saat ini.
“Dulu, senakal-nakalnya anak muda, mereka masih hormat pada guru dan takut melanggar hukum. Sekarang? Tawuran di mana-mana, bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa,” ujar Ahmad, Jumat (14/03/2025).

Kondisi ini juga diamini oleh ketua Jaringan Kebudayaan Rakyat Kabupaten Bogor Ra Dien, ia menilai bahwa Sekolah Rakyat bisa menjadi solusi atas merosotnya moral generasi muda.
“Kita tentu mengapresiasi program ini. Harapannya, Sekolah Rakyat bisa menjadi jalan untuk membangun karakter generasi mendatang,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar alternatif, Dien melihat kehadiran Sekolah Rakyat sebagai tamparan keras bagi lembaga pendidikan formal dan nonformal.
“Program ini harus didukung semua pihak. Tapi pertanyaannya, mengapa pemerintah merasa perlu menghadirkan kembali Sekolah Rakyat? Apakah ada yang keliru dalam sistem pendidikan kita?” tegasnya.

Menurutnya, jika dunia pendidikan benar-benar berjalan sesuai harapan, seharusnya program semacam ini tidak perlu dihidupkan kembali.
Oleh karena itu, kebangkitan Sekolah Rakyat seharusnya menjadi momentum refleksi bagi seluruh elemen pendidikan, termasuk pemerintah, sekolah, dan masyarakat.
“Setiap program pasti punya tujuan dan visi yang jelas. Kita semua bertanggung jawab untuk ikut menyukseskannya, sekaligus mengevaluasi kekurangan sistem pendidikan yang ada,” pungkas Dien.
Kini, pertanyaannya bukan sekadar bagaimana Sekolah Rakyat akan berjalan, tetapi juga sejauh mana sistem pendidikan formal akan belajar dari keberadaannya.
Apakah ini awal dari reformasi pendidikan yang lebih inklusif, atau justru sinyal bahwa sistem yang ada semakin kehilangan arah?**
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













