Publikbicara.com – Masyarakat adat di Indonesia memiliki identitas budaya yang khas, hukum adat yang mengatur kehidupan sosial mereka, serta hubungan erat dengan tanah dan lingkungan.
Keberadaan mereka diakui dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan perlindungan terhadap hak-hak tradisional mereka.
Namun, realitas di lapangan tidak selalu mencerminkan perlindungan yang ideal.
Semisal di Kabupaten Bogor, di wilayah yang dahulu eks Kewedanaan Jasinga terdapat jejak-jejak sejarah yang terkesan sengaja dibiarkan dan dihilangkan.
Padahal di sana terletak banyak bukti sejarah,mulai dari Pendopo eks Kewedanan Jasinga, relief dan artefak di pemakaman kuno yang mengindikasikan adanya masyarakat adat dengan pertalian darah yang kuat.
Namun saynk, tidak adanya lembaga adat yang berfungsi sebagai penjaga tradisi dan hukum adat membuat keberlangsungan mereka terancam.
Tanpa struktur kelembagaan yang kokoh, masyarakat adat di sana kehilangan kedaulatan atas tanah dan kekayaan alamnya, serta rentan terhadap marginalisasi.
Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Baik lembaga eksekutif maupun legislatif harus segera mengambil langkah nyata untuk membentuk dan memperkuat institusi adat yang dapat menjaga warisan budaya di daerah tersebut.
Mengutip buku Architect of Deception karya Juri Lina, ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri:
1. Mengaburkan sejarahnya.
merek
2. Menghancurkan bukti sejarah agar kebenarannya tidak bisa dibuktikan.
3. Memutuskan hubungan masyarakat dengan leluhur mereka.
Apa yang terjadi di wilayah Kecamatan Jasinga tampaknya mencerminkan fenomena ini.
Jika pengabaian terhadap masyarakat adat terus berlanjut, bukan tidak mungkin kita sedang menuju era di mana generasi mendatang kehilangan akar budayanya sendiri.
Inilah saatnya pemerintah bertindak sebelum sejarah benar-benar terkubur.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













