Beranda News Manaqib: Antara Tradisi Spiritual dan Tantangan Komersialisasi

Manaqib: Antara Tradisi Spiritual dan Tantangan Komersialisasi

Manaqib dalam ilustrasi

Publikbicara.com – Sebelumnya, Dalam tradisi Islam, istilah manaqib merujuk pada biografi atau riwayat hidup seseorang, terutama tokoh yang dianggap memiliki keutamaan dalam keilmuan atau spiritualitas.

Untuk itu, memahami manaqib, penting untuk diingat bahwa manaqib bukan sekadar ritual yang dilakukan tanpa pemahaman.

Lebih dari itu, manqib adalah sarana untuk menggali nilai-nilai luhur dari sejarah.

READ  Manaqib: Memahami Sejarah, Bukan Sekadar Ritual

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ghazali, “Sejarah adalah pelajaran, hari ini adalah kesempatan, dan esok adalah harapan.”

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa manaqib justru dikultuskan atau dijadikan ladang keuntungan oleh kelompok tertentu.

Hal ini dapat menggeser makna sejati dari manaqib sebagai bentuk refleksi dan pembelajaran.

READ  PT Yamaha Music Manufacturing Indonesia Buka Lowongan Kerja, Simak Persyaratannya!

Oleh karena itu, memahami manaqib dengan bijak sangat penting agar tidak terjebak dalam praktik-praktik yang hanya bersifat seremonial tanpa makna mendalam.

Sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dijadikan pelajaran.

Membaca manaqib dengan penuh kesadaran dan niat yang benar akan membantu umat Islam memahami warisan spiritual dan intelektual para tokoh besar yang telah memberikan kontribusi nyata bagi peradaban.

READ  ATR/BPN Batalkan 192 Sertifikat Laut di Tangerang, Masih Ada 13 yang Abu-abu

Manaqib, sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh-tokoh besar dalam peradaban islam.

Dan manaqib telah menjadi bagian dari tradisi keagamaan yang berkembang di berbagai kalangan umat Islam.

Namun, pertanyaan yang patut diajukan adalah: apakah praktik ini masih murni sebagai sarana spiritual atau telah bergeser menjadi komoditas yang dikapitalisasi?

READ  ATR/BPN Batalkan 192 Sertifikat Laut di Tangerang, Masih Ada 13 yang Abu-abu

Secara historis, manaqib memiliki nilai luhur sebagai sarana introspeksi dan pembelajaran dari perjalanan hidup para ulama.

Sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ghazali, “Sejarah adalah pelajaran, hari ini adalah kesempatan, dan esok adalah harapan.”

Dengan membaca dan merenungkan manaqib, umat Islam diharapkan dapat mengambil hikmah dari perjuangan dan kebijaksanaan tokoh-tokoh terdahulu.

READ  Presiden Prabowo: Indonesia Harus Kelola Sumber Daya Alam Secara Mandiri

Namun, dalam praktiknya, manaqib kerap kali dikemas dalam bentuk acara massal yang melibatkan biaya besar.

Dari penerbitan buku hingga penyelenggaraan majelis, tidak jarang aspek komersial lebih mendominasi daripada esensi spiritualnya.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa manaqib justru dikultuskan secara berlebihan atau bahkan menjadi ladang bisnis bagi kelompok tertentu.

READ  Presiden Prabowo: Indonesia Harus Kelola Sumber Daya Alam Secara Mandiri

Penting untuk memahami bahwa spiritualitas sejati tidak bergantung pada seremonial semata, tetapi lebih pada pemahaman yang mendalam terhadap nilai-nilai yang diajarkan.

Jika manaqib hanya dijalankan sebagai ritual tanpa pemahaman, maka ia kehilangan maknanya sebagai sarana refleksi dan pembelajaran.

Umat Islam perlu bersikap bijak dalam menyikapi fenomena ini.

READ  Rudy Susmanto Ikuti Retreat Kepala Daerah di Magelang, Siap Jalankan Amanah untuk Kabupaten Bogor

Menghidupkan manaqib bukan berarti mengubahnya menjadi komoditas, melainkan menjadikannya sebagai jendela untuk memahami warisan intelektual dan spiritual yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dijadikan pelajaran.

Membaca manaqib dengan penuh kesadaran dan niat yang benar akan membantu umat Islam memahami hakikat keberagamaan yang lebih mendalam.

READ  Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dengan Dukungan Anggaran Pemerintah

Serta menjaga agar tradisi ini tetap berakar pada nilai-nilai keikhlasan dan pembelajaran, bukan sekadar formalitas atau ajang komersialisasi.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakManaqib: Memahami Sejarah, Bukan Sekadar Ritual
Artikulli tjetërWangsa Kerta Panembahan Jasinga: Jejak Sejarah dan Makna Filosofis dalam Budaya