Beranda News Budaya “Ngutang” di Indonesia: Antara Tolong-Menolong dan Risiko Kehilangan Teman

Budaya “Ngutang” di Indonesia: Antara Tolong-Menolong dan Risiko Kehilangan Teman

Publikbicara.com – Masyarakat Indonesia dikenal dengan sifat gotong royong dan kepeduliannya terhadap sesama. Sejak kecil, nilai-nilai saling tolong-menolong telah ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu bentuk nyata dari budaya ini adalah kebiasaan meminjamkan uang atau “ngutangin” teman, saudara, atau bahkan tetangga yang sedang membutuhkan.

Namun, di balik niat baik ini, tak jarang muncul permasalahan yang justru merusak hubungan sosial. Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah sulitnya menagih utang.

READ  Proses Ekstradisi Pertama Indonesia-Singapura: Paulus Tannos Segera Dipulangkan

Banyak peminjam yang enggan membayar dengan berbagai alasan, bahkan ada yang justru lebih galak saat ditagih.

Fenomena ini semakin sering menjadi sorotan setelah beberapa video viral di media sosial memperlihatkan peminjam yang justru bersikap kasar terhadap pemberi pinjaman.

Menariknya, budaya meminjamkan uang ini juga menjadi perbincangan antara budayawan Sujiwo Tejo dan pengusaha Jusuf Hamka.

READ  Kontroversi Naturaliasi Pemain: Peter Gontha Klaim Paspor Indonesia Bisa Dibuang Usai Bela Timnas

Dalam sebuah potongan video acara Q&A, Sujiwo Tejo mengungkapkan pandangannya bahwa memberikan pinjaman kepada teman adalah keputusan yang berisiko.

“Jangan pernah kamu ngasih hutang ke teman. Kamu akan kehilangan duit dan kehilangan teman,” ujar Sujiwo Tejo dalam video yang diunggah akun gosip @rumpi_gossip.

Jusuf Hamka pun setuju dengan pernyataan tersebut. Menurutnya, jika seorang teman tidak mampu membayar utang, ia cenderung menghindar karena merasa malu. Hal ini justru bisa merusak pertemanan.

READ  Kemendikdasmen Resmi Ganti PPDB Jadi SPMB Mulai 2025, Ini Perbedaannya!

“Betul yang bapak bilang, kalau jumlahnya masih bisa kita tanggung, lebih baik kasih saja. Kalau minjem tapi dia enggak bisa bayar, dia jadi menghindar. Kita bukan mau nagih, tapi mau tetap berteman, eh dia malah ngilang,” ujar Jusuf Hamka.

Dilema antara membantu sesama dan menjaga hubungan pertemanan ini menjadi refleksi bagi masyarakat.

Apakah lebih baik tetap berpegang pada nilai tolong-menolong atau mulai lebih selektif dalam memberikan pinjaman?

READ  Dibalik Hari Gizi dan Pangan Nasional: Anak-anak di Bogor Masih Rawan Gizi Buruk. Ini Faktanya!

Yang pasti, memahami batas antara empati dan risiko kehilangan hubungan bisa menjadi kunci agar kebaikan tidak berujung pada kekecewaan.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakKAI Terapkan Gapeka 2025: Jadwal Baru, Kereta Baru, dan Perjalanan Lebih Cepat
Artikulli tjetërPemerintah Terbitkan SEB 3 Menteri untuk Pembelajaran Ramadan 2025