Puikbicara.com – Pemerintah tengah mempertimbangkan wacana meliburkan sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan.
Kebijakan ini diusulkan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar dengan tujuan memberikan kesempatan lebih bagi siswa untuk meningkatkan keimanan dan fokus pada ibadah.
Saat ini, wacana tersebut sedang dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan akan diumumkan jika disetujui untuk diterapkan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa pembahasan terkait kebijakan ini melibatkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Agama (Kemenag), serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ia juga menyampaikan bahwa terdapat tiga usulan dari masyarakat terkait format libur Ramadan ini.
Tiga Usulan Libur Ramadan

1. Libur Penuh Selama Ramadan: Siswa diliburkan sepenuhnya dengan mengganti aktivitas belajar di sekolah dengan kegiatan keagamaan di masyarakat.
2. Libur Parsial: Libur hanya diberikan pada awal Ramadan dan menjelang Idulfitri, sementara siswa tetap masuk sekolah di pertengahan bulan.
3. Tanpa Libur Tambahan: Sekolah berjalan seperti biasa tanpa adanya perubahan jadwal.
Usulan-usulan ini tengah dipertimbangkan dengan memperhatikan berbagai aspek, termasuk dampak pada pendidikan dan efektivitas dalam meningkatkan nilai keagamaan siswa.
Pro dan Kontra di Kalangan Pendidikan
Wacana ini menuai beragam tanggapan. Dewan Kehormatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, mengingatkan bahwa kebijakan ini memiliki tantangan besar dalam implementasinya.
Ia menilai, meskipun tujuan dari kebijakan ini baik, pelaksanaannya belum tentu sesuai harapan.
“Kalau melihat di lapangan, apakah pertimbangan seperti itu bisa berjalan dengan baik? Belum tentu,” ujar Heru kepada Suara.com pada Selasa (13/1/2025).
Menurut Heru, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kolaborasi antara guru, orang tua, dan lingkungan keluarga.
Siswa dari keluarga dengan nilai keimanan yang kuat cenderung memanfaatkan libur panjang ini untuk mendalami spiritualitas.
Sebaliknya, siswa yang kurang mendapat pendampingan dari orang tua dikhawatirkan akan menggunakan waktu libur untuk hal-hal yang kurang produktif.
“Libur panjang ini bahkan bisa menjadi celah untuk perilaku yang kurang baik jika tidak ada pengawasan,” tambah Heru.
Peran Guru dan Orang Tua
Guru agama di sekolah, kata Heru, memiliki tanggung jawab penting dalam membentuk keimanan siswa.
Namun, ia menegaskan bahwa peran terbesar tetap ada pada keluarga. “Tanpa pendampingan yang baik, tujuan kebijakan ini bisa saja meleset,” tutupnya.
Langkah Selanjutnya
Pemerintah berencana mengadakan rapat lintas kementerian untuk memutuskan format kebijakan ini.
Keputusan akhir diharapkan dapat mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, sehingga kebijakan yang diambil tidak hanya mendukung peningkatan keimanan, tetapi juga menjaga kualitas pendidikan siswa selama Ramadan.
Apakah kebijakan libur penuh selama Ramadan ini akan menjadi solusi atau justru menimbulkan tantangan baru?
Semua mata kini tertuju pada hasil diskusi lintas kementerian yang akan diumumkan dalam waktu dekat.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













