Beranda Ekonomi Harbolnas dan Lesunya Daya Beli di Tengah Himpitan Kebijakan Ekonomi

Harbolnas dan Lesunya Daya Beli di Tengah Himpitan Kebijakan Ekonomi

Publikbicara.com – Ada moment seorang karyawan swasta bernama Nissa di Jakarta memilih melewatkan euforia Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2024 yang berlangsung pada 10-16 Desember lalu.

Padahal, momen diskon besar seperti Harbolnas dan promo tanggal kembar kerap menjadi favoritnya untuk berbelanja.

“Dulu sering banget ikut promo kayak 11.11 atau 12.12. Tapi sekarang rasanya diskonnya nggak signifikan. Bahkan, saya nggak sadar kalau ada Harbolnas kemarin,” ujar karyawan itu pada, Jumat (10/1/2025) kemarin.

READ  Pemerintah Siap Terapkan Cukai Minuman Berpemanis pada 2025, Targetkan Rp3,5 Triliun

Keputusan Nissa untuk mengurangi belanja bukan tanpa alasan. Ia merasa dampak kebijakan ekonomi, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan isu iuran lainnya, membuatnya harus lebih bijak dalam mengatur pengeluaran.

“Lagi komitmen buat hemat dan nabung. Kemarin ramai soal PPN 12 persen, Tapera, dan sebagainya. Jadi, sekarang belanja cuma yang benar-benar butuh aja,” tambahnya.

Harbolnas 2024 Meleset dari Target

Nissa hanyalah satu dari sekian banyak masyarakat yang tampaknya kehilangan gairah terhadap Harbolnas. Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan total transaksi Harbolnas 2024 hanya mencapai Rp31,2 triliun—jauh dari target Rp40 triliun.

READ  Hadapi Ketidakpastian Global, Kemenko Polkam Tekankan Sinergitas Semua Pihak

Meskipun ada kenaikan 21,4 persen dibandingkan transaksi tahun 2023 sebesar Rp25,7 triliun, hasil tersebut tetap menjadi alarm pelemahan daya beli masyarakat.

Padahal, Harbolnas tahun ini diperpanjang hingga tujuh hari dibandingkan tiga hari pada tahun sebelumnya.

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa meski jumlah transaksi meningkat secara nominal, realisasi tersebut masih jauh dari ekspektasi. Ia bahkan mencatat adanya penurunan signifikan jika dilihat dari transaksi harian.

READ  Mark Zuckerberg: Pesan WhatsApp Bisa Diakses CIA, Enkripsi Tak Sepenuhnya Melindungi

“Kalau dihitung per hari, tahun lalu transaksi bisa mencapai Rp8 triliun sehari. Tahun ini, hanya sekitar Rp4,4 triliun per hari. Ini menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat,” ujarnya.

Inflasi Rendah, Daya Beli Tetap Tertekan

Peneliti ekonomi dari Indef, Abdul Manap Pulungan, menyebut kebijakan PPN 12 persen menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perilaku konsumsi masyarakat.

Menurutnya, meskipun inflasi tahunan Desember 2024 tercatat rendah di angka 1,57 persen—terendah dalam sejarah—hal itu justru mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat.

READ  Mark Zuckerberg: Pesan WhatsApp Bisa Diakses CIA, Enkripsi Tak Sepenuhnya Melindungi

“Inflasi rendah tidak selalu baik. Ini menunjukkan masyarakat menahan konsumsi, yang pada akhirnya mengurangi perputaran uang di perekonomian,” jelas Abdul.

Nailul Huda menambahkan bahwa inflasi rendah juga bisa menjadi dampak dari pola konsumsi masyarakat yang beralih ke kebutuhan primer akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Masa Depan Harbolnas dan Industri E-commerce

Di tengah tantangan ekonomi global dan rendahnya daya beli, pelaku industri e-commerce berupaya tetap optimistis.

READ  Mark Zuckerberg: Pesan WhatsApp Bisa Diakses CIA, Enkripsi Tak Sepenuhnya Melindungi

Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Budi Primawan, percaya bahwa strategi diversifikasi produk dan personalisasi kampanye dapat mendorong minat belanja masyarakat pada 2025.

“Kami juga fokus memperkuat ekosistem digital, mendukung UMKM, serta memulai promosi lebih awal untuk menarik konsumen,” ujarnya.

Namun, Abdul Manap mengingatkan bahwa daya beli tidak hanya dipengaruhi oleh stabilitas harga, tetapi juga pertumbuhan pendapatan. Tanpa kenaikan signifikan dalam pendapatan masyarakat, konsumsi bisa tetap stagnan.

READ  Patrick Kluivert Gelar Makan Malam Bersama Pemain Timnas, Siapa yang Akan Diboyong ke Australia?

“Memasuki 2025, masyarakat akan lebih selektif, fokus pada kebutuhan primer. Ini tantangan besar bagi e-commerce untuk tetap relevan,” tutupnya.

Meski penuh tantangan, pelaku industri berharap Harbolnas 2025 dapat mencatatkan kinerja yang lebih baik dengan strategi yang lebih terarah.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakPemerintah Siap Terapkan Cukai Minuman Berpemanis pada 2025, Targetkan Rp3,5 Triliun
Artikulli tjetërErick Thohir Ungkap Kehadiran Pelatih Kiper Asal Belanda, Patrick Kluivert Segera Diumumkan