Publikbicara.com – Skandal korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akhirnya terkuak.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, membeberkan modus operandi yang digunakan tiga tersangka dalam dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023.
Kasus ini melibatkan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana (IHW), Plt. Kepala Bidang Pemanfaatan Budaya, M. Fairza Maulana (MFM), dan pemilik event organizer (EO), Gatot Arif Rahmadi (GAR).
Modus Operandi: Persekongkolan dan Kegiatan Fiktif
Menurut Patris, kasus ini bermula dari kerja sama tersangka IHW dan MFM dengan EO milik GAR, meskipun EO tersebut tidak terdaftar secara resmi.
EO tersebut diduga mendirikan perusahaan-perusahaan fiktif yang bertindak sebagai vendor penyedia barang dan jasa untuk kegiatan-kegiatan Dinas Kebudayaan.

“Dalam pelaksanaannya, ada kegiatan yang sepenuhnya fiktif, ada pula yang hanya sebagian dilaksanakan dan sisanya difiktifkan,” ungkap Patris saat konferensi pers, Kamis (2/1/2025) kemarin.
Salah satu modusnya adalah dengan membuat foto dokumentasi palsu.
Penari diberi seragam dan difoto di panggung yang dihias sedemikian rupa, lalu hasil foto itu digunakan sebagai bukti kegiatan.
Bahkan, surat pertanggungjawaban (SPJ) dilengkapi dengan stempel palsu untuk memperkuat kesan keabsahan dokumen tersebut.
“Foto itu seolah-olah menunjukkan kegiatan yang sudah terlaksana, padahal semuanya rekayasa,” lanjutnya.
Uang Mengalir ke Rekening Pribadi
Dalam penyelidikan, ditemukan bahwa dana yang masuk ke rekening sanggar-sanggar fiktif ditarik kembali oleh GAR dan disimpan di rekening pribadinya.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka IHW dan MFM.
Kegiatan fiktif yang dimaksud meliputi program Pergelaran Seni dan Budaya yang sejatinya tidak pernah terlaksana.
Melanggar Hukum dan Aturan Negara
Tindakan para tersangka dinilai bertentangan dengan sejumlah aturan, di antaranya:
UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Perpres No. 16 Tahun 2018 terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perda Provinsi DKI Jakarta No. 5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001, serta sejumlah pasal dalam KUHP.
Penahanan dan Langkah Selanjutnya
Tersangka GAR telah ditahan di Rutan Cipinang untuk 20 hari ke depan, sementara IHW dan MFM mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Kejaksaan akan segera melayangkan pemanggilan ulang terhadap keduanya minggu depan.
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi dunia kebudayaan di DKI Jakarta, sekaligus menggambarkan betapa korupsi dapat merusak sendi-sendi penting pembangunan daerah.
Kejaksaan berjanji akan terus mengusut tuntas kasus ini agar keadilan dapat ditegakkan.
Apakah ini menjadi momentum untuk reformasi sistem pengelolaan anggaran di lingkungan pemerintahan? Waktu yang akan menjawab.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













