Publikbicara.com – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen, sebagaimana tertuang dalam Putusan Perkara Nomor 62/PUU-XXI/2024.
Keputusan ini menjadi momen penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, membuka jalan bagi seluruh partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa terkendala persentase perolehan kursi di DPR atau suara nasional.
Ketua MK, Suhartoyo, menjelaskan bahwa putusan ini memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional demi menghindari membeludaknya jumlah calon presiden dan wakil presiden.
“Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Suhartoyo dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Mekanisme Baru: Lebih Inklusif, Tapi Tetap Terukur
Dalam putusan tersebut, MK menetapkan sejumlah prinsip penting. Pertama, pengusulan pasangan calon oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol tidak lagi didasarkan pada ambang batas persentase kursi atau suara nasional.
Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi parpol kecil untuk berpartisipasi secara setara dalam kontestasi pemilu.
Namun demikian, MK juga mengatur agar koalisi antarparpol tidak menciptakan dominasi yang berpotensi membatasi jumlah pasangan calon. “Koalisi yang terbentuk tidak boleh menyebabkan terbatasnya pilihan pemilih,” tambah Suhartoyo.
Sanksi Tegas bagi Parpol Pasif
Untuk memastikan partisipasi aktif seluruh parpol, MK menetapkan sanksi tegas bagi parpol yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon akan dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya,” tegas Suhartoyo.
Dampak terhadap Dinamika Politik
Keputusan ini disambut beragam respons dari berbagai kalangan. Beberapa pihak memandang langkah ini sebagai kemenangan demokrasi, karena memperluas keterlibatan politik dan membuka peluang bagi lebih banyak kandidat dengan berbagai latar belakang.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa tanpa ambang batas, jumlah calon yang terlalu banyak dapat membingungkan pemilih dan memecah suara secara signifikan.
Ke depan, keputusan MK ini diyakini akan mengubah peta persaingan politik nasional, menciptakan dinamika baru yang lebih kompetitif dan inklusif.
Akankah langkah ini benar-benar menghasilkan pemimpin terbaik untuk Indonesia? Waktu yang akan menjawab.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













