Publikbicara.com – Bogor, 27 Desember 2024, Masalah fiqih tentang letak sujud sahwi menjadi salah satu topik menarik yang sering dibahas dalam kajian keislaman.
Perbedaan pendapat di antara empat madzhab besar Islam menunjukkan kekayaan khazanah ilmu fiqih yang tetap relevan untuk didalami hingga kini.
Pendapat Empat Madzhab tentang Sujud Sahwi
Menurut kajian yang disampaikan oleh Ustadz Ali Mahrus, para ulama dari empat madzhab memiliki pandangan yang berbeda:
1. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa sujud sahwi dilakukan setelah salam.
2. Madzhab Maliki memberikan kebebasan, yaitu bisa sebelum atau sesudah salam.
3. Madzhab Syafi’i pada Qaul Jadid menetapkan bahwa sujud sahwi dilakukan sebelum salam, sementara Qaul Qadim membolehkan setelah salam.
4. Madzhab Hambali membebaskan penganutnya untuk memilih, baik sebelum maupun sesudah salam.
Pendekatan dalam Madzhab Syafi’i
Dalam Madzhab Syafi’i, yang sering dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terdapat rincian menarik.
Berdasarkan pendapat Syeikh Sa’id Ba’isyan, sujud sahwi setelah salam hanya boleh dilakukan menurut Qaul Qadim, yang juga didukung oleh Imam Al-Mawardi dan Ibnu Rif’ah.
Namun, jika seseorang menjadi makmum bagi imam dari Madzhab Hanafi, maka sujud sahwi dilakukan setelah imam selesai salam.
Hal penting lainnya adalah kesunahan melakukan sujud sahwi akan gugur jika seseorang sengaja atau lupa memberi salam, terutama jika pemisahnya terlalu lama atau shalat telah batal karena hal-hal tertentu.
Namun, jika pemisahnya masih singkat dan tidak ada hal yang membatalkan shalat, sujud sahwi tetap disunahkan.
Fleksibilitas bagi Umat Islam
Bagi umat Islam yang tidak terikat pada satu madzhab tertentu, mereka memiliki kebebasan untuk mengikuti pendapat madzhab mana pun dalam hal ini.
Namun, bagi yang konsisten menganut satu madzhab, seperti Syafi’i, diharapkan untuk mematuhi rincian aturan sesuai pendapat ulama dalam madzhab tersebut.
Kesimpulan dan Hikmah:
Diskusi seputar sujud sahwi ini mengajarkan umat Islam untuk lebih menghormati perbedaan pandangan dalam fiqih.
Selain itu, fleksibilitas yang diajarkan menunjukkan keindahan Islam sebagai agama yang mempermudah umatnya dalam beribadah.
“Wallahu a’lam bish-shawab,” tutup Ustadz Ali Mahrus dalam penjelasannya.
Artikel ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ilmu fiqih adalah warisan berharga yang perlu terus digali dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













