Publikbicara.com – Dalam berbagai kesempatan, seruan tentang pentingnya bela negara sering digaungkan oleh pemerintah setiap tahunnya.
Namun, di balik seruan tersebut, terdapat ironi yang mencolok.
Banyak kekayaan bangsa, seperti peninggalan sejarah, justru terabaikan atau bahkan hilang tanpa perhatian serius.
Ya, nasionalisme sejati seharusnya tidak hanya diukur dari kemampuan mempertahankan kedaulatan negara secara fisik, tetapi juga dari kepedulian terhadap warisan budaya yang menjadi identitas bangsa.
Peninggalan sejarah seperti di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Yakni, eks Pendopo Kewedanaan Jasinga, hancur akibat kurangnya perlindungan dan pengelolaan yang baik.

Ya, Eks Pendopo Kewedanaan Jasinga adalah contoh, banyak artefak berharga dari Indonesia yang kini justru hancur.
Tidak sedikit pula situs sejarah di dalam negeri yang mengalami kerusakan karena pembangunan atau kurangnya perhatian pemerintah.
Ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah bela negara hanya sebatas narasi yang seremoni yang mewariskan legacy semu, tanpa menjaga warisan yang membentuk jiwa bangsa?
Bagi masyarakat, kehilangan warisan sejarah bukan hanya soal kehilangan benda fisik, tetapi juga hilangnya pengingat akan perjalanan panjang bangsa ini.
Ketika generasi muda tumbuh tanpa akses dan pemahaman terhadap sejarah, apakah rasa cinta tanah air dapat bertahan?
Sementara, yanggung jawab menjaga kekayaan sejarah bukan hanya ada di pundak pemerintah, tetapi juga masyarakat.
Namun, kebijakan yang tegas, anggaran yang memadai, dan upaya edukasi yang konsisten tetap harus menjadi prioritas.
Jika tidak, seruan bela negara hanya akan terdengar sebagai slogan kosong, tanpa makna mendalam.
Maka, saat kita menggaungkan semangat bela negara, mari bertanya: apakah kita benar-benar membela identitas bangsa ini, atau hanya melestarikan nasionalisme yang semu?**
Jasinga: 19/12/2024 “Ra Dien.”
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













