Publikbicara.com – Di sebuah sudut kehidupan, narasi perjuangan sekelompok kecil pemuda melawan arus egoisme dan ketidakpedulian menyeruak sebagai refleksi tajam atas kondisi masyarakat.
Sekelompok pemuda itu, dengan jiwa yang membara, melawan perampasan nilai-nilai luhur sejarah dan budaya.
Ia menjadi simbol perlawanan terhadap pengkhianatan yang menjadikan kekayaan bangsa hanya sebagai objek kepentingan sesaat.
Dalam perjuangannya, mereka meninggalkan ego dan ketidakpedulian yang selama ini membelenggu masyarakat.
Ia keluar dari “gelapnya” kesadaran dengan keberanian, darah perjuangan yang mengalir deras di tubuhnya menjadi saksi bisu bahwa ia tidak gentar mempertahankan kehormatan budaya dan sejarah daerahnya.
Namun, ironinya, perjuangan itu bukan disambut dengan pujian yang selamanya. Kekaguman orang-orang terhadap keberaniannya perlahan (dapat) berubah menjadi ketakutan.
Ketakutan bahwa mereka, yang pasrah pada arus, akan dituding sebagai pengecut karena tak mencontoh sekelompok pemuda itu.
Kecemasan kolektif itu dapat memuncak, dalam ketakutan dan kelemahan mereka, orang-orang justru dapat menyerang kelompok pemuda itu.
Karakternya akan dibunuh, keberaniannya dimatikan, dan dengan itu, kebenaran yang mereka perjuangkan terkubur.
Tragis bila itu terjadi, dan ini bukan hanya sekadar akan menjadi cerita tentang sekelompok pemuda. Ini adalah cerminan nyata dari masyarakat kita.
Ketika keberanian melawan ketidakadilan justru dianggap sebagai ancaman.
Ketika orang-orang yang memilih menegakkan kebenaran malah dicela, dijauhi, bahkan dihancurkan oleh mereka yang tak berani keluar dari zona nyaman.
Kehidupan masyarakat terlihat baik-baik saja di permukaan, tetapi sesungguhnya pernah problematika yang akut.
Jika dibiarkan, kondisi ini hanya akan membawa kita menuju kehancuran nyata.
Kini, kita dihadapkan pada pilihan: melanjutkan kehidupan dalam fatamorgana atau berani berpihak kepada kebenaran, meski risikonya besar.
Sebelum terlambat, mari pastikan bahwa kita berdiri di sisi kebenaran, sebagaimana pemuda itu pernah melakukannya. Berani atau hancur.***
Notes: catatan piksi.
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













