Publikbicara.com – Tragedi kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 pada Senin, 11 November 2024, yang melibatkan 17 kendaraan dan mengakibatkan satu orang meninggal serta 27 lainnya terluka, menyisakan kisah pilu bagi keluarga Rouf (38), sopir truk yang kini menghadapi ancaman hukum.
Pria asal Serang, Banten ini tinggal bersama istri dan kelima anaknya di rumah sederhana berdinding anyaman bambu di Kampung Suat, Kecamatan Petir. Kondisi ekonominya yang sulit memaksa sebagian anaknya berhenti sekolah.
Dalam pantauan awak media, rumah seluas 6×10 meter tersebut merupakan peninggalan orang tua Rouf. Bersama istrinya, Tunah (33), Rouf membesarkan lima anak dengan segala keterbatasan.
Anak-anaknya, yang berusia antara 4 hingga 16 tahun, terpaksa harus menghadapi kenyataan pahit. Hanya anak pertama dan kedua yang sempat mengecap pendidikan hingga SD, sementara anak ketiga hingga kelima harus putus sekolah karena terbatasnya biaya.
Menurut penuturan kakak Rouf, Uju (41), kehidupan Rouf memang selalu penuh liku. Sebelum bekerja sebagai sopir truk ekspedisi untuk perusahaan kertas di Banten, Rouf pernah bekerja serabutan hingga mengais rezeki dari barang rongsokan.
Uju menggambarkan adiknya sebagai sosok yang baik dan penyayang, bahkan kerap berbagi dengan saudara atau tetangga meski dirinya hidup serba kekurangan.
“Walaupun dia enggak punya, selalu ada aja yang dikasih ke orang. Kalau ada uang recehan, pasti dibagiin keponakan-keponakannya,” ungkap Uju.
Hanya saja, kesempatan Rouf untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga harus terhenti akibat kecelakaan maut ini.
Setelah empat bulan menjadi sopir truk, Rouf kini menghadapi ancaman pemecatan dan hukuman penjara jika terbukti bersalah.
Rasa sakit dan kekhawatiran pun kian membayangi keluarga besarnya, termasuk Uju yang kini harus memikirkan bagaimana nasib keponakannya apabila Rouf dipenjara.
“Kalau dia di penjara, siapa yang mau kasih makan anak-anaknya? Kami semua juga hidup pas-pasan,” keluh Uju dengan nada getir.
Hingga saat ini, keluarga Rouf belum dapat berkomunikasi langsung dengannya, apalagi mengunjunginya di Purwakarta, tempatnya ditahan. Ketidakmampuan finansial menjadi tembok besar yang memisahkan mereka.
Uju berharap, ada kebijaksanaan bagi Rouf agar persoalan ini bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya.
“Pengennya dia dibebasin. Ini kan musibah, enggak ada yang mau. Kalau bisa, kami ingin segera ketemu, lihat keadaan dia. Pengen peluk adik saya,” ujar Uju lirih, berharap ada secercah keajaiban untuk adiknya yang tengah terjerat dalam cobaan hidup yang berat.
Di balik tragedi ini, keluarga Rouf menyuarakan sebuah harapan sederhana: kebebasan dan kesempatan untuk kembali berkumpul sebagai keluarga.
Sebuah harapan yang mungkin kecil di tengah gemuruh tuntutan hukum, tetapi besar bagi mereka yang hidupnya kini bergantung pada nasib sang kepala keluarga.
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













