Beranda Ekonomi Penurunan Harga Minyak: Pengaruh Produksi Libya dan Lemahnya Permintaan Global

Penurunan Harga Minyak: Pengaruh Produksi Libya dan Lemahnya Permintaan Global

Publikbicara.com – Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan pada Selasa 3 Februari 2024 malam kemarin.

Dengan minyak Brent mencatatkan penurunan tajam sebesar 4,9% hingga mencapai US$73,75 per barel.

Penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh potensi peningkatan produksi dari Libya salah satu eksportir minyak utama dunia tetapi juga oleh melemahnya permintaan global.

Baca Juga :  Ribuan Ikan Mendadak Mati di Leuwiliang Bogor, Camat Benarkan Dugaan Aktivitas Tambang Emas Ilegal

Libya, yang baru-baru ini terguncang oleh konflik domestik, diperkirakan akan meningkatkan produksi minyaknya yang kini mencapai sekitar 1,2 juta barel per hari.

Peningkatan ini memicu kekhawatiran di pasar bahwa pasokan minyak global akan membanjiri pasar, yang pada gilirannya menekan harga.

Di sisi lain, permintaan minyak global juga menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Data terbaru menunjukkan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur China, yang merupakan importir minyak terbesar dunia, mengalami kontraksi ke level 49,4 pada Agustus 2024.

Baca Juga :  Ribuan Ikan Mendadak Mati di Leuwiliang Bogor, Camat Benarkan Dugaan Aktivitas Tambang Emas Ilegal

Angka ini menandai penurunan aktivitas manufaktur di China selama empat bulan berturut-turut dan menjadi yang terendah dalam enam bulan terakhir.

Tidak hanya China, Amerika Serikat juga melaporkan penurunan aktivitas manufaktur, dengan PMI manufaktur bulan Agustus tercatat di level 47,2, lebih rendah dari ekspektasi konsensus sebesar 47,9.

Penurunan harga minyak ini menghapus penguatan harga yang telah tercatat sejak awal tahun. Minyak WTI mengalami penurunan sebesar 1,8% year-to-date (YTD), sementara minyak Brent turun 4,3% YTD.

Baca Juga :  Lezatnya Nasi Kuning Khas Samarinda: Nikmatnya Sarapan dengan Ikan Haruan dan Telur yang Wajib Dicoba!

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pasar minyak global mungkin menghadapi periode volatilitas yang berkepanjangan jika permintaan tidak segera pulih atau jika produksi terus meningkat.

Bagaimanapun, perkembangan ini menyoroti betapa rapuhnya keseimbangan antara pasokan dan permintaan minyak di pasar global, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di dua negara ekonomi terbesar dunia, China dan Amerika Serikat.***

Artikulli paraprakRibuan Ikan Mendadak Mati di Leuwiliang Bogor, Camat Benarkan Dugaan Aktivitas Tambang Emas Ilegal
Artikulli tjetërSmartphone Bukan Mainan, Ini Cara Memotret Malam Seperti Pro!