Publikbicara.com – Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan pelesetan logo Nahdlatul Ulama (NU) yang diubah menjadi Ulama Nambang (UN) oleh seorang pengguna media sosial.
Gambar logo NU yang dirubah sebagai pelesetan (kritik) jadi UN tersebut viral dan menimbulkan beragam reaksi di antara netizen.
Kontroversi muncul setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dikabarkan menerima tawaran dari pemerintah untuk mengelola izin usaha tambang.
Keputusan ini tidak luput dari sorotan, terutama dari kalangan yang meragukan relevansi ormas keagamaan dalam urusan tambang.
Logo pelesetan NU menjadi UN menampilkan simbol Rupiah dan ekskavator menggantikan bintang-bintang dan bola dunia yang menjadi ciri khas NU.
Lukman Simandjuntak, pemilik akun media sosial yang mengunggah gambar tersebut, menjelaskan maksud di balik kreasi tersebut.
Netizen pun bereaksi keras terhadap isu ini, dengan beberapa menyatakan kekecewaan terhadap arah yang diambil PBNU.
Mereka mempertanyakan integritas dan tujuan sejati dari langkah mengelola tambang ini, yang dinilai lebih mementingkan aspek finansial daripada pelayanan kepada umat.
Menanggapi hal tersebut, Rois Syuriah PCNU Kabupaten Bogor, KH. Bundari Abas, dengan kharismatiknya menganggap itu adalah ujian untuk NU.
“Sementara pribadi Abi, kitamah diejek sering dihina sering, tapi kita pasrahkan saja kepada Alloh SWT. Jangan diladenin karena ujungnya ribut, jadi itulah cobaan untuk Nahdlatul Ulama.” ungkap Ulama yang akrab disapa Abi. Rabu, (19/06/2024).
Lebih lanjut, KH. Bundari Abas menegaskan dengan santai bahwa terkait hal pelesetan logo NU menjadi UN (Ulama Nambang) tidak perlu terlalu dihiraukan apalagi disanggah dengan keras membentang.
Karena, kata dia, Rosulullah SAW saja berjuang untuk umat dengan birohmah, bukan dengan hal-hal yang bersifat keras, tapi birohmah.
“Intinya berseru mengajak ke jalan Alloh itu harus dengan mudotilhasanah, contoh yang bagus dengan ramah tamah dan sebagainya.” tutur KH. Bundari Abas.
“Karena ketika kita mengajak dengan birohmah makan orang-orang akan mendekati kita. Dan itu adalah pedoman Nahdlatul Ulama.” tutupnya santuy.