Beranda Ekonomi Pakar UI : Bisnis AMDK Galon di Indonesia Tidak Sehat dan Merugikan...

Pakar UI : Bisnis AMDK Galon di Indonesia Tidak Sehat dan Merugikan Konsumen

BOGOR,PUBLIKBICARA.COM – Pakar Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tjahjanto Budisatrio menyayangkan adanya harga pertama pada pembelian galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang dipatok rata-rata Rp 55.000 dan untuk pembelian selanjutnya mengeluarkan biaya antara Rp 18.000-22.000/galon. Menurut dia, hal itu menjadikan transaksi harga pertama dianggap beli putus, dengan tidak adanya jaminan galon yang dibeli juga dalam kondisi baru.

“Bisnis AMDK galon di Indonesia sangat tidak sehat dan merugikan konsumen,” kata dia Jakarta, 19 November 2022. Menurut dia, sistem ketergantungan yang sengaja dibangun untuk mengikat konsumen melalui pembelian galon secara beli putus, justru membuat pengusaha tidak akan rugi.

Pasalnya, konsumen yang sudah beli galon bekas pakai bakal terikat dan bergantung, serta tak bisa pindah ke lain galon, karena galon yang sudah dibeli tak bisa ditukar dengan galon merek lain. “Faktanya, uang yang sudah tertanam tersebut sudah menjadi keuntungan tersendiri bagi produsen. Konsumen sudah bayar di muka, tapi kenyataannya yang didapatkan bukan galon baru, tapi galon lama,” katanya.

Tambahan keuntungan yang didapatkan produsen AMDK galon juga bisa didapat dari sisi lain. Misalnya, boleh jadi konsumen mendapatkan galon baru pada pembelian perdana, tapi begitu nantinya ditukar dengan galon yang sudah diisi kembali, justru mendapatkan galon yang diproduksi bertahun-tahun lalu.

“Misalnya, saya beli galon perdana pada 2022 senilai Rp 55.000, tapi pada saat menukar lagi malah dapat galon bekas pakai yang diproduksi pada 2004 –yang pada tahun itu harga perdananya mungkin hanya berkisar Rp30.000, Jadi saya jelas dirugikan,” kata Tjahjanto. Menurut dia, sistem ini merugikan konsumen,” katanya. “Belum ada orang yang bicara soal ini, karena banyak yang belum sadar,” katanya.

Baca Juga :  Warga Bergotong-royong Hadapi Amblasnya Jalan di Curug Bitung: Harapan Untuk Respons Pemerintah yang Terkesan Tutup Mata

Budisatrio sebelumnya juga mengungkapkan, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh FMCG Insights bertema, “Pelabelan BPA: Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat,” belum lama ini. Dari sisi kompetisi bisnis, persaingan usaha yang ada juga menjadi kurang sehat karena ada barriers to entry ke dalam pasar. “Kalau ada barriers to entry, tentu saja sudah ada suatu rintangan, yang artinya pasar ini menjadi sudah tidak lagi perfect competition tapi imperfect competition.”

Sebagai contoh, kalau membeli galon A, dan ternyata galon A tidak ada di toko, pembeli harus membawa pulang galon kosong itu. Galon merek A tidak bisa ditukar dengan merek galon B. Dengan kata lain, ini adalah kontrak jangka panjang yang disadari atau tidak, terbentuk dari sistem yang ada saat ini.

“Galon yang kita pegang tadi adalah investasi di awal, karena kita beli tapi tidak bisa ditukar dengan galon lain, padahal airnya yang di dalam galon sama saja,” katanya. “Jadi, otomatis di-lock-in (pelanggan dikunci). Switching cost-nya (biaya ganti galon ke merek lain) jadi mahal. Ada lock-in dan ada switching cost. Inilah yang membuat sebuah barrier.”

Menurutnya, sadar atau tidak sadar, setiap orang yang membeli galon itu awalnya sudah melakukan investasi, dan yang melakukan investasi adalah konsumennya. “Konsumen sudah lock-in, mereka sudah menaruh uang untuk galon tersebut.” Dia mengatakan, kalaupun ada yang disebut kerugian, itu bukan kerugian perusahaan tapi justru biaya dari dompet kosumen yang sudah deposit sekitar Rp55.000 di awal pembelian galon bekas pakai.

Baca Juga :  Berbagi Kebahagian di Atas Gelombang: Kado Sepesial Mayor Tedy di Kampung Nelayan Jakarta

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mengingatkan produsen galon AMDK agar bersikap terbuka kepada publik di Indonesia. “Konsumen harus mendapat informasi apakah galon yang digunakan isinya, termasuk segel, benar-benar baru dan asli,” kata anggota Pengurus Harian Yayasan YLKI Tubagus Haryo, 15 November 2022. “Produsen dan distributor seharusnya memberikan informasi sejelas mungkin seputar galon AMDK, agar konsumen mendapatkan haknya dengan benar.”

“Jika memang harga pertama pembelian galon AMDK itu semacam deposit, produsen harus mau mengembalikan uang deposit itu jika konsumen mau menjual kembali galon yang sudah dibeli,” kata Tubagus.

Tubagus meminta agar produsen galon AMDK melakukan inspeksi secara berkala pada galon-galon yang ada di distributor, agen atau di pasaran untuk menghindari adanya penyimpangan. ”Inspeksi ini bisa ditindaklanjuti dengan melakukan pembaruan galon-galon bekas pakai, jika memang sudah tidak layak pakai,” katanya.

Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi mengatakan, konsumen umumnya menginginkan air minum terbaik yang aman untuk kesehatan. “Selama ini kita tidak punya guidance-nya,” kata dia, Senin 21 November 2022.

Menurutnya, dari sisi produsen harus bisa menyampaikan informasi-informasi terkait kualitas air, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga bertugas mengawasi AMDK. “Praktek di lapangan tidak seindah yang diinginkan, makanya perlu satu pengawasan. Yang nakal disentil, yang bagus diberi reward. Yang memberikan reward ya konsumen. Pilihan mana mereka akan membeli AMDK.” Dengan adanya sistem itu, kata Sularsi, produsen AMDK pun akan melakukan yang terbaik di bidang usahanya.

Sumber : Tempo.co

Artikulli paraprakKampanye LGBT Dilarang, Inggris , Denmark, Jerman Ancam Tinggalkan FIFA
Artikulli tjetërElon Musk Gaet Hacker Pembobol iPhone Untuk Isi Posisi yang Kosong