Beranda Daerah Memprihatinkan, Ribuan Warga Terdampak Bencana Alam di Sukajaya Masih Tinggal di Hunian...

Memprihatinkan, Ribuan Warga Terdampak Bencana Alam di Sukajaya Masih Tinggal di Hunian Sementara

SUKAJAYA – Ribuan Kepala Keluarga (KK) yang menempati rumah hunian sementara (Huntara) dienam desa di Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor meminta DPRD serius dorong pembangunan relokasi rumah hunian tetap (Huntap) bagi korban bencana longsor dan banjir pada awal januari 2020 lalu.

Pasalnya, saat ini ribuan warga korban bencana alam di enam desa di kecamatan Sukajaya itu tinggal di hunian sementara (huntara) yang kondisinya sangat memprihatinkan.

Seperti halnya di Desa Cileuksa, Kiarapandak, Harkat Jaya, Pasir Madang, Jaya Raharja, Cisarua, ada sekitar ribuan Kepala Keluarga (KK) korban bencana banjir longsor yang rumah nya hancur tertimbun longsor dan banjir bandang yang saat ini menempati gubug hunian sementara (Huntara) dan menantikan pembangunan rumah hunian tetap (Huntap) agar segera di relokasi oleh Pemkab Bogor.

Apalagi, saat ini warga tinggal di tengah kondisi pandemi Covid-19. Dan membuat warga semakin terlunta-lunta.

Ida (33) warga desa Cileuksa korban bencana mengeluhkan, saat menempati rumah hunian sementara (Huntara) dirinya dan anak – anak nya selalu was – was ketika hujan deras yang disertai kencang dan petir turun deras.

“Saya dan anak – anak sering ketakutan saat petir menyambar tiada henti dan hujan deras mengguyur. Hujan angin yang disertai petir turun hampir terjadi setiap harinya, sehingga membuat anak – anak dan warga lainnya yang menempati huntara ini menjadi was-was, karna huntara ini atap nya dari baja ringan sehingga rawan sambaran petir,”keluhnya kepada wartawan Jumat (20/8/21).

Senada dikatakan Mirna (40) ibu beranak dua ini menuturkan, sudah 18 bulan dirinya menempati gubug hunian sementara (Huntara), sebenarnya kami dan warga lainnya sudah jenuh tinggal ditempat pengungsian ini. Terkadang saat hujan deras turun disertai angin kencang membuat huntara yang kami tempati ini banyak yang bocor atap nya.

Baca Juga :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Bahkan tak jarang petir ikut menyambar atap baja ringan sehingga membuat was – was dan ketakutan semakin bertambah.

“Sambaran petir akibat hujan deras dan angin kencang ini sangat menghantui warga penghuni huntara korban bencana longsor. Kami dan warga penguhuni huntara lainnya harus was was dan takut setiap hujan dan petir datang,”ungkap Mirna

Ia berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor segera merealisasikan pembangunan relokasi rumah hunian tetap (Huntap) bagi para korban bencana longsor dan banjir pada awal tahun 2020 lalu.

Kami dan penghuni gubug huntara lainnya sudah tidak betah untuk berlama lama tinggal dihuntara, sudah hampir 18 bulan kami tinggal dihuntara dengan kondisi ruangan yang sangat sempit dan tidak sehat, setiap hari kami bersama anak – anak selalu dihantui ketakutan apabila hujan dan petir menyambar gubug huntara yang kami tempati.

“Kapan rumah relokasi hunian tetap akan segera dibangun oleh Pemerintah, kami bersama warga lainnya sangat mendambakan rumah yang layak, sehat dan nyaman untuk ditempati bersama keluarga,”pintanya.

Terpisah Kepala Desa Cileuksa Ujang Ruhyadi membenarkan ada nya keluhan warga korban bencana yang menempati Hunian sementara (Huntap). Warga penguhuni huntara ini selalu dilanda kegelisahan dan ketakutan apabila hujan deras yang disertai angin kencang dan petir yang selalu menyambar atap rumah huntara yang terbuat dari baja ringan.

“Rumah huntara berukuran 3×6 ini seringkali atap nya disambar petir ketika hujan turun. Kebetulan atap nya dari baja ringan sehingga rawan sekali tersambar petir,”katanya.

Sambung Apih Sapaan akrab Ujang Ruhyadi menjelaskan, tidak hanya atap baja ringan yang selalu disambar petir yang dapat mengancam keselamatan warga pengungsi huntara, namun kesehatan bagi anak – anak dan balita juga dapat terancam.

Dengan ukuran 3×6 rumah huntara yang dihuni 4 orang warga ini sangat kecil dan pengap, sehingga tidak layak kalau terlalu lama ditempati. Karena dinding yang terbuat dari asbes ini dapat lembab apalagi ditambah atap nya banyak yang bocor saat hujan deras turun.

Baca Juga :  Alarm Merah di Gunung Ruang: Status Dinaikkan Menjadi Level IV Awas

“Sangat tidak layak kalau terlalu lama menempati huntara, karna kondisi seperti ini dapat mengancam kesehatan bagi anak – anak dan balita,”jelasnya.

Lanjut, Ujang Ruhyadi menambahkan, ada sekitar 1500 Kepala Keluarga (KK) menempati gubuk huntara sudah hampir 18 bulan dengan kondisi cukup memprihatinkan.

“Gubuk huntara berukuran 3×6 ini hanya memiliki satu ruangan saja sehingga terpaksa harus tidur bersamaan dengan istri dan anak-anak hingga saling berdesakan dengan ruangan yang sangat sempit itu,”ujarnya.

Meski demikian Ujang Ruhyadi mengatakan, dirinya sangat berharap kepada pemerintah daerah untuk segera memperhatikan terkait warga nya yang sudah hampir 18 bulan tinggal dihuntara untuk segera dibangun rumah relokasi hunian tetap (Huntap).

Karna saat sampai saat ini kami Pemerintah desa belum ada informasi secara jelas kapan rumah hunian tetap pasca bencana ini dibangun, sudah hampir satu tahun enam bulan belum juga ada realisasi pembangunan huntap bagi warga korban bencana longsor dan banjir bandang.

Kami bersama para kepala desa lainnya yang ada di kecamatan Sukajaya, meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor khususnya Dewan dapil 5, berharap serius dalam mendorong dan menyampaikan aspirasi keluh kesah warga korban bencana yang saat ini menempati gubug hunian sementara (Huntara).

“Warga sangat berharap adanya anggota dewan untuk mendorong dan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Daerah (Pemda) terkait kejelasan kapan relokasi pembangunan hunian tetap (Huntap) yang selama ini dinantikan oleh masyarakat agar dapat segera direalisasikan, mengingat warga sudah tidak betah tinggal dihuntara dengan kondisi yang sangat tidak layak untuk ditempati,”tandasnya. (Agus Komeng).

Artikulli paraprakMomentum Hari Kemerdekaan, Pemdes dan Katar Barengkok Selenggarakan Lomba Kebersihan Lingkungan
Artikulli tjetër18 Bulan Korban Bencana Alam Sukajaya Menempati Huntara, Menanti Kejelasan Huntap