Beranda News Asal Muasal Tradisi “Ngabuburit”

Asal Muasal Tradisi “Ngabuburit”

JAKARTA – Setiap tahun, masyarakat Indonesia memiliki satu momen ketika banyak orang rajin keluar setiap sore, baik sendiri maupun bersama yang terkasih, menanti kumandang azan maghrib. Kebiasaan itu dikenal sebagai ngabuburit dan hanya ada saat Ramadan tiba.

Bukan hanya ada setiap Ramadan tiba, tradisi ngabuburit yang dijalankan setiap tahunnya, entah sejak kapan, disebut-sebut hanya ada di Indonesia.

Apalagi, kata itu diketahui dari bahasa Sunda. Kamus Sunda-Indonesia terbitan Kemendikbud pada 1985 mencatat kata “burit” yang bermakna “senja”, dan kata “ngabuburit” sebagai “jalan-jalan menunggu waktu sore, biasanya pada bulan puasa”.

Kata dari bahasa daerah itu kemudian diserap menjadi bahasa Indonesia dan dicatat secara resmi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Meski telah diserap jadi bahasa Indonesia dan dijalani sebagai kebiasaan dalam budaya masyarakat lokal ketika Ramadan tiba, nyatanya “ngabuburit” tidak mutlak lahir dari dan hanya dimiliki Nusantara.

Guru Besar Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada Heddy Shri Ahimsa-Putra mengatakan ngabuburit pada dasarnya respons umum dari umat muslim jelang buka puasa. Sehingga, ngabuburit tak hanya terjadi di Indonesia.

Baca Juga :  Mengenal Dampak Positif Negatif Mengisi Bahan Bakar Mobil Hingga Penuh : Yuk Simak Untuk Peforma Kendaraan Anda

“Itu bisa kita lihat pada hampir semua masyarakat di mana mayoritas orang Islam dan bulan puasa. Itu kan tujuannya untuk menunggu berbuka puasa kan. Jadi, kalau seperti itu bukan hanya Indonesia saja,” kata Heddy kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, akademisi sejarah Arab dan perkembangan Islam Universitas Indonesia, Apipudin meyakini bahwasanya aktivitas mengisi waktu jelang berbuka dengan berbagai kegiatan itu tak terpikirkan di masa dulu di Timur Tengah.

“Zaman dahulu karena [kegiatan mengisi waktu jelang berbuka] tidak dianggap hal yang penting, tidak diceritakan. Cuman yang biasa dilakukan adalah berzikir menunggu waktu berbuka,” kata Apipudin kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

“Di berbagai literatur juga tidak diceritakan bagaimana orang menunggu waktu berbuka karena memang dianggap bukan sesuatu yang [penting], tidak terpikirkan. Lain hal dengan maulid atau Isra Mikraj,” lanjutnya.

Meski tak pernah ada catatan resmi kapan kebiasaan masyarakat di waktu senja ini dilakukan, hanya saja ngabuburit diyakini sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.

Baca Juga :  Gebyar Iftor Ramadhan Baitulmaal Ashqaf Bogor Bersama Santri Penghafal Qu'ran dan Sahabat Yatim

Sejumlah catatan kecil yang mendokumentasikan ngabuburit, di antaranya keterangan bahwa masyarakat Bandung, Jawa Barat, sudah terbiasa ngabuburit di kawasan Alun-alun Bandung sejak dekade 1950-an.

Kebiasaan itu terus ada dan berkembang mengikuti zaman, termasuk ketika teknologi televisi dan streaming hadir sebagai hiburan bagi masyarakat.

Situasi pandemi yang memaksa semua orang menjaga jarak pada dua Ramadan terakhir pun membuat keinginan untuk kembali ngabuburit semakin kencang. Hal itu terlihat dari jajak pendapat yang dilakukan CNNIndonesia.com baru-baru ini.

Mencoba melepas kerinduan akan suasana ngabuburit yang menyenangkan di sore-sore Ramadan tanpa harus khawatir terpapar virus, kisah asal-usul ngabuburit yang masih berselimut kabut coba dibahas oleh CNNIndonesia.com dalam Fokus edisi Mei 2021: Susur Cerita Ngabuburit, Minggu (2/5).

Ragam cerita yang tertuang dalam Fokus kali ini menjadi penggambaran masyarakat Indonesia yang secara alami memunculkan tradisi bersosialisasi dengan tujuan “dunia dan akhirat” lewat ngabuburit, sekaligus asa bisa kembali merasakannya lagi begitu pandemi usai.

Sumber : Cnn Indonesia

Artikulli paraprakMakanan Yang Harus Dihindari Saat Buka Puasa
Artikulli tjetërMomentum Ramadhan 1442 Hijriah, Pemdes Petir Santuni 100 Anak Yatim