Beranda Daerah OTT DPKPP Kabupaten Bogor; Buku Tamu Hilang, CCTV Rusak, Laporan Informasi Polisi...

OTT DPKPP Kabupaten Bogor; Buku Tamu Hilang, CCTV Rusak, Laporan Informasi Polisi Tidak Diakui Saksi

BOGOR – Sidang kasus OTT di DPKPP Kabupaten Bogor yang terjadi tanggal 3 Maret 2020 sudah dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, menghadirkan fakta-fakta persidangan yang menguatkan dugaan ada beberapa kejanggalan yang terjadi dalam kasus ini, beberapa fakta yang berhasil dirangkum oleh pewarta sejak awal persidangan adalah adanya missing link di beberapa kejadian sehingga kasus ini seakan sulit terungkap dan panjang penanganannya.

Kasus OTT yang seyogyanya dilakukan oleh institusi penegak hukum sudah dengan bukti-bukti permulaan yang sangat kuat tak terbantahkan sehingga pembuktian di persidangan sangat mudah karena tersangka baik pemberi dan penerima tidak bisa lagi mengelak, sehingga dalam rilis KPK yang kami kutip dari beritasatu.com tanggal 26 September 2017 pernah menyatakan “Aturan memberi batas waktu kepada KPK untuk memproses hukum penyelenggara negara yang menjadi tersangka dan ditahan karena terjerat OTT,” ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (26/9).

Dijelaskan, batas waktu dimaksud diatur dalam Pasal 24 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan, batas waktu penahanan yang diberikan oleh penyidik hanya berlaku paling lama 20 hari, dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40 hari.

Sementara Pasal 25 KUHAP menyebutkan, penuntut umum hanya dapat melakukan penahanan paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari.
Dengan waktu yang sangat terbatas ini, lanjut Febri, proses penyidikan kasus korupsi yang bermula dari OTT terbilang cepat. “Hal ini agar tersangka korupsi tidak dibebaskan demi hukum karena tidak berhak lagi ditahan,” jelasnya.

Baca Juga :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Untuk kasus OTT DPKPP Kabupaten Bogor sudah disidangkan banyak sekali saksi, mulai dari anggota Polres Bogor yang ikut OTT, ASN DPKPP yang tahu aturan pengurusan izin, hingga perwakilan pengusaha yang mengurus izin bersaksi tidak pernah mengetahui dan kenapa OTT bisa terjadi, hanya si pemberi uang saja yang bersaksi bahwa dia yang membawa uang tersebut ke DPKPP kepada sekdis yang saat itu dijabat oleh Iryanto.

Salah satu anggota team kuasa hukum Iryanto dari LBH Bara JP, Pasaribu menilai sejak dia mendalami dan ditunjuk menjadi salah satu kuasa hukum terdakwa menyatakan, memang banyak sekali ditemukan kejanggalan untuk membuktikan kliennya bersalah dalam kasus OTT karena banyaknya missing link dalam kasus OTT ini.

“Kok bisa klien kami di OTT, bukti permulaannya jauh dari kata cukup, klien kami tidak pernah meminta uang, berkomunikasi ataupun menentukan kapan waktunya uang harus diserahkan, si pemberi pun seorang tahanan yang di tangguhkan khusus hari itu hanya untuk menyerahkan uang kepada klien kami dan dijebloskan kembali ke tahanannya, akan tetapi dalam kasus ini dia sebagai pemberi statusnya bukan tersangka,” ucapnya (15/11).

Pasaribu mebambahkan, bahwa di lapangan-pun dalam mengumpulkan bukti-bukti saat OTT terjadi pihaknya menemukan beberapa kesulitan dan keanehan dalam kasus ini.

Baca Juga :  Warga Bergotong-royong Hadapi Amblasnya Jalan di Curug Bitung: Harapan Untuk Respons Pemerintah yang Terkesan Tutup Mata

“Ketika kami coba mengumpulkan data lapangan terkait kasus ini pun kami menemukan kesulitan, kami sudah berusaha coba bersurat resmi kepada DPKPP Kab Bogor untuk meminta rekaman CCTV saat kejadian OTT 3 Maret 2020 kami mendapatkan jawaban bahwa CCTV rusak lama dan saat itu belum diperbaiki, begitupun ketika kami menanyakan buku tamu saat kejadian tidak ada bahkan kata salah satu karyawan disana buku tamu di bawa polisi tapi saat kami tanyakan kepada Jaksa di persidangan karena tidak masuk dalam bukti di berkas perkara, mereka bilang tidak ada buku tamu tersebut,” tambah pria lulusan FH Universitas Airlangga, Surabaya ini.

Dalam persidangan medio Agustus 2020 pun terungkap bahwa ada laporan informasi polisi yang dibuat oleh salah satu penyidik Polres Bogor bernama Benny Syuhada yang menurut kesaksiannya mengatakan pernah ngobrol-ngobrol tanggal 29 Februari 2020 kepada saksi SP terkait masalah izin yang sedang dibuat di DPKPP dan itulah yang menjadi dasar Benny Syuhada membuat Laporan Informasi Polisi tertanggal 2 Maret 2020 dibantah oleh saksi SP dalam kesaksiannya di PN Bandung (13/11).

“Saya tidak pernah ngobrolin kasus ini tanggal 29 Februari 2020, saya hanya di bon dari tahanan untuk ke ruangan Kasatreskrim tanggal 2 Maret 2020 dan saya ceritakan semua terkait pengurusan izin ini, ya saya ceritakan semua tapi tidak menyebutkan akan ada OTT,” ungkap saksi SP.

(Tim)

Artikulli paraprakKetua DPRD : Hari Pahlawan Refleksi Untuk Kita Semua Jadi Pahlawan Masa Kini
Artikulli tjetërIngatkan Kembali Tolak UU Ciptaker, Para Buruh dan Mahasiswa Gelar Aksi Demo